Rabu, 28 Juni 2017

Indonesia Berkah Tanpa Khilafah


Sungguh menggelitik ketika banyak status dan artikel yang kemudian berisi statement yang secara langsung maupun tidak langsung menyerang pancasila dan bersikeras ingin menjadikan Indonesia Negara Khilafah. Hal ini bagi saya meresahkan, karena ketika statement tersebut ditangkap orang awam, akan menimbulkan perpecahan, bahkan lebih parahnya lagi ketika isu tersebut menjadi konsumsi oknum tertentu maka akan dijadikan bom waktu yang setiap saat dapat meledak untuk memporak-porandakan negeri tercinta.

Mari kita menengok ke belakang agar tidak salah jalan, kita lihat bagaimana dulu Rasulullah SAW memimpin Negara madinah. Rasulullah tak pernah menerapkan sistim negara kekhalifahan dan tak pernah mendeklarasikan diri sebagai khalifah. Rasululullah memimpin madinah dengan menyusun konsep kenegaraan yang kemudian dikristalisasi dalam piagam madinah. Negara madinah merupakan Negara yang terdiri dari beragam suku,agama dan golongan, maka dari itu disusunlah piagam madinah yang berisi poin-poin diantaranya :
-   Ukhuwah bainal Muslimin. hubungan yang mengatur hubungan antara umat islam, sehingga perbedaan pendapatpun harusnya dapat disikapi dengan arif dan bijaksana. Hal yang bersifat furu’ , kita dapat kembali pada prinsip "lanaa a’maluna wa lakum a’malukum" . Sedangkan hal yang bersifat ushuliyah harus dibicarakan antara para alim ulama(bukan antar orang awam saling membahas dengan pemikiran sendiri kemudian dengan mudah memutuskan dan memfatwakan).

-  Ukhuwah bainal Adyan. Hubungan kerjasama antar umat beragama, sehingga ini menunjukkan bagaimana rahmatan lil alamin melampaui rahmatan lil musimin, bagaimana antar umat beragama boleh bekerjasama,saling membahu, saling meghargai selama bukan hal yang bersifat syara’ dan aqidah. Bahkan untuk suku-suku/qabilah, diperbolehkan menjalankan kebiasaan/adat selama tak bertentangan dengan syara’

-  Al musawah bainal Iqtisaad, keadilan ekonomi dimana ada prinsip sama-sama merasakan.

Poin-poin ini diterapkan sehingga timbul rasa saling menghargai, saling mengayomi, dan nasionalisme yang tinggi. Sehingga nantinya, ketika ada pihak luar madinah yang ingin mengganggu maka semua bagian bangsa berkewajiban membelanya.

Inilah Konsep jenius yang dibangun Rasulullah, dimana mampu menciptakan kerukunan antar umat manusia dengan nasionalisme yang tinggi kepada bangsanya tanpa membentuk suatu khilafah islamiyah. Setelah wafatnya rasul sendiri, bentuk Negara ada Ijtihadi( pemikiran dari tokoh islam) . Di Indonesia sendiri, bentuk Negara pancasila merupakan ijtihad para ulama yang konsepnya mengambil dari intisari piagam madinah dan ajaran Rasulullah SAW, dimana Indonesia juga merupakan Negara yang terdiri atas berbagai suku,ras,dan agama.

Sangat aneh kemudian jika terdapat golongan yang memaksakan tegaknya khilafah di Indonesia. Mereka beranggapan bahwa konsep "ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً" ialah mewujudkan Negara islam demi keutuhan dalam beragama, padahal maksud dari konsep tersebut ialah kaffah dalam amalan ajaran islamnya, bukan dalam hal kenegaraan, sehingga dalam hal sosial kemasyarakatan kita harus tetap bersatu. Di Indonesia, yang dimasukkan oleh tokoh islam dalam ideologi  pancasila ialah maknawiyatul islam bukan lafdzul islam. Nilai ajaran agama mengakar pada ideologi pancasila. Sehingga, tanpa khilafah pun pancasila sudah sangat mewakili ruh ajaran islam .

Pertanyaannya sekarang, ketika sekarang banyak yang meneriakkan khilafah, bahkan tidak paham pengertian khalifah,model khilafah seperti apa, parlemennya seperti apa dan seterusnya. Padahal khalifah pada zaman nabi sendiri ialah Maa Kholfan Nabi( urutan setelah nabi), bukan bentuk sistematis dari sebuah Negara.

Jadi saudara-saudara ku yang kucintai , jangan lagi memaksakan khilafah di negeri ini, pancasila sudah final dan hasil ijtihad para ulama yang tidak diragukan kealimannya. Kalau boleh mengutip analogi dari KH marzuki Mustamar,  bahwa bagi yang suka es teh manis, minuman yang paling mantap ya es teh manis. Tapi yang tidak suka karena diabetes tentu tidak bisa meminumnya. Bagi yang suka cendol minuman yang paling ‘maknyus’ ya es cendol, tapi bagaimana bagi yang terkena tekanan darah tinggi tentu tidak akan mau meminumnya. Lain halnya dengan air putih, memang rasanya tawar, biasa saja, dan mungkin tidak bisa memuaskan dua orang penyuka minuman tadi. Tetapi, istimewanya air putih bisa diminum dua orang tadi. Bukankah Indonesia ini ada untuk menyatukan berbagai ras, suku, dan agama? Bhineka Tunggal Ika adalah air putih yang menyatukan kita, dan itu adalah  konsep yang luar biasa.

Lalu apakah jika kita tidak sepakat dengan konsep khilafah dan NKRI Bersyariah, lalu kita disebut sebagai Anti Islam dan Anti Syariah? Tentu tidak,kita bisa memperjuangkan syariah itu ke dengan memperjuangkannya untuk dimasukkan dalam peraturan negara semisal UU Perkawinan, UU Perbankan Syariah, dan Instruksi Presiden tentang Kompilasi Hukum Islam, tanpa perlu mengubah bentuk dan ideologi Negara.

Saya menjadi ingat akan dawuh dari KH Hasyim muzadi mengenai Pancasila. beliau mengatakan bahwa pancasila bukanlah agama, tapi tak bertentangan dengan agama. Pancasila bukan jalan, tapi titik temu diantara banyak perbedaan jalan. Pancasila bukan suku,budaya, dan bahasa tetapi hanya pancasila yang dapat menyatukan perbedaan tersebut.

Saya tidak bermaksud menyalahkan atau menyudutkan golongan tertentu, saya hanya berusaha menggugurkan kewajiban untuk meluruskan hal yang perlu diluruskan, sehingga orang yang awam, pemuda-pemuda yang masih kosong pemahaman tak salah arah dan tak salah dalam mengambil sikap. Satu lagi yang perlu diingat, kita ini orang Indonesia yang beragama islam, bukan orang islam yang kebetulan berada di Indonesia, jadi cintailah negerimu dan laksakan ajaran agamamu yang rahmatan lil alamin. Jangan paksakan yang berbeda untuk menjadi sama, dan jangan paksakan yang sama untuk menjadi berbeda.